Jumat, 26 November 2010

Psikologi Kelompok



Indonesia Kembali Menangis, Relawan Siap Menyalurkan Bantuan-Bantuan

Indonesia kembali menangis, alam Indonesia kembali memakan korban. Dengan terjadinya bencana meletusnya gunung merapi yang mengeluarkan awan panas, yang terjadi pada tanggal 26 Oktober 2010, mengakibatkan banyak penduduk yang tinggal di lereng gunung merapi menjadi korban, dan salah satunya telah menewaskan seorang juru kunci merapi, yaitu Mbah Maridjan. Bencana merapi ini, bukanlah bencana pertama yang menelan banyak korban jiwa manusia, telah banyak bencana yang melanda alam Indonesia sebelumnya.
Bencana ini menyita banyak perhatian masyarakat Indonesia dan Masyarakat Dunia Luas, bentuk-bentuk perhatian yang terlihat jelas ditunjukkan, dengan penyaluran logistik melalui darat, laut, maupun udara. Relawanpun dikerahkan pada banyak titik penanggulangan korban. Banyak camp-camp pengungsian telah didirikan oleh lembaga-lembaga, seperti PMI (Palang Merah Indonesia), SAR (Search And Rescue) dan Relawan-relawan indonesia maupun Internasional.
Para warga sekitar lereng gunung yang rumahnya dekat dengan gunung, di himbau untuk tetap di stand pengungsian, karena untuk menghindari letusan merapi selanjutnya. Namun banyak warga yang tetap memaksa naik, untuk melihat keadaan rumah mereka dan harta benda mereka. Bagi warga yang rumahnya hancur akibat merapi, akan di lakukan relokasi, telah disiapkan lahan seluas 31,5 hektare untuk di bangun shelter atau hunian sementara bagi korban. Sarana Air Bersih, sarana kesahatan dan pendidikanpun sangat dibutuhkan oleh para korban.
Para relawan yang datang untuk para korban merapi, tidak hanya membantu secara logistik pangan, namun mereka datang bertujuan untuk menghibur para korban, dengan bermain, mengadakan nonton bareng, dll. Hal tersebut di lakukan untuk menghilangkan trauma para pengungsi pasca bencana. Banyak bantuan logistik yang diterima para korban bencana, namun banyak juga yang hingga sekarang masih menumpuk pada beberapa titik, seperti stasiun kereta api, dan tempat-tempat pengumpulan bantuan lain. Dan sedang diproses untuk selanjutnya di kirimkan di barak-barak pengungsian.

Sabtu, 06 November 2010

TUGAS REVIEW JURNAL TENTANG KELOMPOK
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT serta junjungankami Nabi Besar Muhammad SAW yang telah memberikan nikmat sehat kepada kita semua. Alhamdulillah, dengan terselesaikannya pembuatan Tugas review jurnal tentang konflik kelompok, kami sangat bersyukur dengan ini. Karena dengan niat yang baik kami ingin melengkapi tugas yang diberikan oleh dosen yang bersangkutan guna memenuhi nilai mata kuliah tersebut. Review jurnal ini berisi tentang pembentukan suatu kelompok, konflik kelompok, prestasi kelompokn beserta penjabaran lainnya yang saling berkaitan. Kami berharap dengan kehadiran tulisan ini dapat memberikan pengetahuan baru bagi para pembaca yang tidak mengetahui secara dalam tentang hal tersebut.
Demikian yang bisa kami sampaikan, mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan dalam makalah ini. Kritik yang membangun adalah satu hal yang kami butuhkan.
Terima kasih.
Wassalam Wr.Wb.
JURNAL
Jurnal 1

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI NELAYAN TERHADAP KONFLIK KELOMPOK DENGAN MOTIVASI KERJA PADA MASYARAKAT PESISIR DI BATANG

Apa Yang Di Teliti?
Penelitian ini meneliti hubungan antara persepsi nelayan terhadap konflik dengan motivasi kerja pada masyarakat pesisir di Batang

A. Latar Belakang Masalah
Sumber daya manusia merupakan aset yang sangat penting dan berharga untuk menunjang keberhasilan individu. Kualitas sumber daya manusia mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan individu untuk dapat tetap hidup dan berkembang dalam era globalisasi. Oleh karena itu, agar individu dapat lebih berkembang secara optimal melaksanakan tugas sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Winengan (2007) menjelaskan bahwa masyarakat pesisir identik dengan nelayan merupakan bagian dari masyarakat terpinggirkan yang masih terus bergulat dengan berbagai persoalan kehidupan, termasuk dalam memenuhi kebutuhan hidup. Nelayan dalam membiayai kebutuhan hidup sehari-harinya hanya mengandalkan hasil penjualan ikan yang didapatkan dari menangkap ikan di laut. Kondisi kehidupan nelayan selalu menjadi hal yang menarik untuk dibincangkan karena selalu dalam kondisi yang memprihatinkan. Nelayan dituntut untuk memiliki semangat kerja yang tinggi untuk dapat bertahan sebagai nelayan dan dapat memenuhi kebutuhan hidup. Untuk memiliki semangat kerja tinggi dibutuhkan kemauan dan kemampuan. Kemauan yang kuat akan memberikan warna yang kuat dari dalam individu terhadap keberhasilan dalam mencapai cita-cita atau tujuan.
Semangat kerja itu sendiri timbul dan tumbuh dalam diri individu yang disebabkan adanya motivasi untuk memenuhi kebutuhan batin maupun kebutuhan lahir diri individu. Secara keseluruhan tingkah laku manusia dituntut untuk mencapai kemajuan dan mewujudkan diri sendiri di dalam dunianya memerlukan motivasi kerja. Akan tetapi, motivasi para nelayan dapat menurun disebabkan adanya masalah yang belum terselesaikan.
Motivasi yang tinggi diperlukan dalam dunia kerja. Akan tetapi dalam kenyataan, motivasi kerja yang tinggi kurang dimiliki oleh seseorang sehingga dapat dikatakan orang tersebut memiliki motivasi kerja rendah. Motivasi kerja rendah ini juga terjadi pada nelayan yang bermatapencaharian menangkap ikan.
Berdasarkan hasil wawancara pra penelitian dengan Kepala Kelompok nelayan di Kalurahan Klidang Lor, Kecamatan Batang, Kabupaten Batang (Listio Sarana, 2009) dapat diperoleh keterangan bahwa nelayan di Kalurahan Klidang Lor sebagian besar anggota pada tahun 2009 ini motivasi kerjanya menurun. Motivasi kerja nelayan menurun dapat diketahui melalui kegiatan yang dilakukan sebagian besar nelayan melaut hanya 2 -3 jam, yang biasanya nelayan sampai semalam dan sebagian nelayan akan pergi melaut apabila diajak oleh teman. Dua hal tersebut berpengaruh terhadap penghasilan nelayan juga menurun. Faktor penyebab menurunnya motivasi kerja karena banyak menemui permasalahan, antara lain masalah dengan tengkulak, masalah dengan kebijakan pemerintah yang memojokan keadaan nelayan karena membela kepentingan orang-orang tertentu, dan naiknya harga BBM (solar) yang membuat nelayan kesulitan membeli BBM (solar).
Ditambahkan oleh Karim (2008) bahwa masyarakat nelayan yang selama ini tidak berdaya akibat tekanan-tekanan kemiskinan struktural. Pemerintah hanya membuat kebijakan-kebijakan yang sifatnya simbolistik serta tidak jelas seperti Gerbang Mina Bahari (GMB), Revolusi Biru ( Blue Revolution ) dan segala macamnya yang output-nya membuat kemiskinan nelayan menjadi permanen. Aspirasi masyarakat pesisir untuk mangatasi berbagai persoalan lingkungan di wilayahnya sering menghadapi kendala karena tidak adanya dukungan yang memadahi dari para elite pemerintahan. Tidak jarang, aparat keamanan justru berbuat represif terhadap masyarakat yang mencoba mengganggu kepentingan investasi pemilik modal atau perusahaan yang berada di kawasan pesisir. Keadaan tersebut menimbulkan sebagian besar nelayan memiliki motivasi kerja rendah.
Motivasi kerja rendah ini juga dialami oleh para nelayan yang masuk dalam anggota koperasi nelayan Tri Bakti Santoso di Kalurahan Klidang Lor, Kecamatan Batang, Kabupaten Batang. Berdasarkan hasil wawancara pra penelitian (2 Februari 2009) diperoleh data dari pimpinan koperasi nelayan Tri Bakti Santoso bahwa motivasi yang dimiliki para nelayan anggota koperasi Tri Bakti Santoso rendah. Hal ini dapat diketahui melalui hasil tangkapan ikan nelayan yang semakin menurun karena waktu nelayan mencari ikan cenderung berkurang. Biasanya nelayan mencari ikan selama 10-12 jam menjadi 8 jam kurang. Data lain dari jawaban beberapa anggota koperasi nelayan Tri Bakti Santoso (hasil wawancara 5 Februari 2009) diperoleh kesimpulan bahwa motivasi kerja nelayan rendah karena pengaruh cuaca, sikap pengurus koperasi yang kurang peduli dalam menyediakan solar sehingga petani terpaksa meminjam uang ke rentenir dengan sistem ijon yang membuat hasil tangkapan ikan nelayan tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarga.
Motivasi kerja dalam dunia kerja menempati unsur terpenting yang harus dimiliki nelayan. Sebab motivasi merupakan kemampuan usaha yang dilakukan seseorang untuk meraih tujuan dan disertai dengan kemampuan individu untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhannya. Motivasi merupakan pendorong yang menyebabkan seseorang rela untuk menggerakkan kemampuan tenaga dan waktunya untuk menjalankan semua kegiatan yang telah menjadi tugas dan tanggung jawabnya, agar kewajibannya terpenuhi serta sasaran dan tujuan yang ingin dicapai perusahaan terwujud. Manusia memiliki banyak motivasi dasar yang berperan penting dalam dunia kerja. Motivasi individu dalam bekerja akan memberikan dampak positif, baik bagi diri individu maupun pihak lain. Sikap positif yang ditunjukkan untuk meningkatkan kepentingan diri sendiri merupakan cerminan motivasi pada diri individu tinggi. Motivasi berprestasi menjadi komponen yang sangat berperan dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Individu memiliki motivasi yang tinggi akan mempunyai semangat, keinginan dan energi yang besar dalam diri individu untuk bekerja seoptimal mungkin.
Akibat adanya persoalan-persoalan yang di temui pada nelayan, Winengan (2007) menyatakan ada tiga sumber kerawanan yang dapat menurunkan motivasi kerja nelayan. Pertama , kerawanan yang disebabkan oleh keadaan alam dan ekologis yang menyebabkan masyarakat miskin tidak mampu mempertahankan tingkat hidupnya yang layak; Kedua, kerawanan yang disebabkan oleh bekerjanya sistem harga, sehingga masyarakat miskin tidak mampu berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi; Ketiga, kerawanan monokultural yang menyebabkan masyarakat miskin menjadi tidak berdaya untuk berkembang. Masyarakat pesisir (masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan pantai) yang identik dengan nelayan merupakan bagian dari masyarakat terpinggirkan yang masih terus bergulat dengan berbagai persoalan kehidupan, baik ekonomi, sosial, maupun budaya.
Novawanty (2008) menyatakan bahwa persoalan sosial yang berpengaruh terhadap motivasi pada nelayan akibat pihak luar dari sekelompok warga atau organisasi seperti pengusaha ikan atau tengkulak ikan dan kebijakan-kebijakan pemerintah dalam Undang-undang No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (UU PWP-PPK) dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU PM) yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh oleh aparat pemerintah kurang memihak para nelayan, menyebabkan intensitas konflik memuncak. Sodik, dkk., (2006) menjelaskan bahwa dalam tataran konflik antar kelompok ini, kepentingan individual dalam kelompok seringkali juga diabaikan, karena telah diwakili oleh kepentingan kelompok (individu mengalami gejala sosial yang dikenal sebagai oversocialized processes dimana tujuan dan kepentingan kolektif menjadi segala-galanya). Artinya, persaingan antar individu pada suatu kelompok melawan kepentingan individu pada kelompok yang berbeda menjadi bagian integral konflik sosial antar kelompok. Dengan kata lain konflik sosial selalu melibatkan perselisihan antar kelompok (partai/pihak) dimana individu di dalamnya menjadi konstituen pendukung perjuangan kelompoknya masing-masing. Demikianlah sehingga pada banyak kasus, konflik kelompok (group conflict ) dipakai untuk menunjuk pengertian konflik sosial (social conflict).
Konflik dalam suatu kelompok kerja dapat berdampak positif namun dapat juga berdampak negatif. Anoraga (2002) menjelaskan dampak positif dari adanya konflik di organisasi yaitu dapat menimbulkan perubahan secara konstruksi, segala daya dan motivasi tertuju pada pencapaian tujuan, merangsang inovasi dan keeratan dalam kelompok. Dampak negatif dari adanya konflik dalam organisasi dapat menurunkan kerja dan hilangnya motivasi kerja. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu motivasi kerja nelayan di Kalurahan Klidang Lor, Kecamatan Batang, Kabupaten Batang menurun karena faktor cuaca, ketidakpedualian pengurus koperasi, dan sikap rentenir yang menekan nelayan dengan bunga tinggi. Di sisi lain, konflik yang terjadi kelompok pada nelayan berdampak negatif sehingga menimbulkan persepsi negatif nelayan terhadap konflik yang terjadi. Atas dasar penjelasan tersebut, maka rumusan dalam penelitian ini sebagai berikut: apakah ada hubungan antara persepsi terhadap konflik dengan motivasi kerja pada nelayan.

B. Metode Yang Digunakan
Metode Kuantitatif.
Variabel kriterium dalam penelitian ini adalah konflik dengan motivasi kerja pada masyarakat pesisir di Batang , sedangkan variabel bebasnya adalah hubungan antara persepsi nelayan. Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah Masyarakat pesisir di Batang.
C. Pengujian
Pengumpulan data dilakukan dengan langsung turun ke lapangan. Dan mencari data langsung dari masyarakat dan para nelayan di Batang.

D. Hasil
Berdasarkan hasil wawancara pra penelitian dengan Kepala Kelompok nelayan di Kalurahan Klidang Lor, Kecamatan Batang, Kabupaten Batang (Listio Sarana, 2009) dapat diperoleh keterangan bahwa nelayan di Kalurahan Klidang Lor sebagian besar anggota pada tahun 2009 ini motivasi kerjanya menurun. Motivasi kerja nelayan menurun dapat diketahui melalui kegiatan yang dilakukan sebagian besar nelayan melaut hanya 2 -3 jam, yang biasanya nelayan sampai semalam dan sebagian nelayan akan pergi melaut apabila diajak oleh teman.
Dua hal tersebut berpengaruh terhadap penghasilan nelayan juga menurun. Faktor penyebab menurunnya motivasi kerja karena banyak menemui permasalahan, antara lain masalah dengan tengkulak, masalah dengan kebijakan pemerintah yang memojokan keadaan nelayan karena membela kepentingan orang-orang tertentu, dan naiknya harga BBM (solar) yang membuat nelayan kesulitan membeli BBM (solar).
Motivasi kerja rendah ini juga dialami oleh para nelayan yang masuk dalam anggota koperasi nelayan Tri Bakti Santoso di Kalurahan Klidang Lor, Kecamatan Batang, Kabupaten Batang. Berdasarkan hasil wawancara pra penelitian (2 Februari 2009) diperoleh data dari pimpinan koperasi nelayan Tri Bakti Santoso bahwa motivasi yang dimiliki para nelayan anggota koperasi Tri Bakti Santoso rendah. Hal ini dapat diketahui melalui hasil tangkapan ikan nelayan yang semakin menurun karena waktu nelayan mencari ikan cenderung berkurang. Biasanya nelayan mencari ikan selama 10-12 jam menjadi 8 jam kurang. Data lain dari jawaban beberapa anggota koperasi nelayan Tri Bakti Santoso (hasil wawancara 5 Februari 2009) diperoleh kesimpulan bahwa motivasi kerja nelayan rendah karena pengaruh cuaca, sikap pengurus koperasi yang kurang peduli dalam menyediakan solar sehingga petani terpaksa meminjam uang ke rentenir dengan sistem ijon yang membuat hasil tangkapan ikan nelayan tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarga.

Jurnal 2

KONFLIK KEPENTINGAN ANTARA AMERIKA DAN KELOMPOK ISLAM FUNDAMENTALIS

Apa Yang Diteliti?
Penelitian ini meneliti tentang Konflik kepentingan antara Amerika dan Kelompok Islam Fundalismentalis

A. Latar Belakang
Negara yang merasa memiliki ekonomi yang baik, sumber daya manusia yang potensial, dan keuangan yang kuat menpunyai banyak kepentingan, terutama kepentingan untuk menguasai perekonomian dunia. Berbagai cara dilakukan untuk memenuhi kepentingan tersebut, bahkan tidak jarang dilakukan dengan cara yang tidak etis kadang-kadang menjurus pada tindakan HAM dan kriminal. Hal ini dapat dilihat dari tindakan atau strategi yang dilakukan negara adikuasa seperti Amerika Serika Untuk memenuhi kepentingan ekonominya salah satu caranya dengan menguasai sumberdaya alam negara lain, apakah itu minyak, gas, intan, emas, tembaga, bahkan uranium. Untuk dapat menguasai sumber daya alam tersebut berbagai cara dilakukan, tidak jarang intelijen turut berperan dalam mengatur strategi. Bila diamati secara cermat, negara yang kaya akan sumberdaya alamnya, mayoritas penduduknya beragama Islam. Dalam agama Islam, manusia diwajibkan untuk berusaha atau melakukan aktivitas dalam mempertahankan hidupnya selagi tidak bertentangan dengan syariat Islam, atau tidak merusak lingkungan sosial alam. Di sisi lain Amerika memiliki budaya dan kepercayaan yang berbeda dengan negara-negara yang berpenduduk mayoritas beragama Islam, bahkan tidak jarang bertolak belakang. Hal ini sering memicu timbulnya konflik. Seperti diketahui Amerika merupakan negara kapitalis yang ingin mendapatkan untung sebesar-besarnya, tetapi di sisi lain kurang memprhatikan aspek kultural dan sosial serta religi negara tempat ia menanamkan modal atau investasi.

B. Metode Yang Digunakan
Metode Kuantitatif.
Variabel kriterium dalam penelitian ini adalah , sedangkan variabel bebasnya adalah . Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah Negara amerika yang merupakan Negara yang mempunyai konflik kepentingan dengan kelompok fundamental. Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian nya adalah amerika dengan kelompok islam.

C. Pengujian
Pengujian yang dilakukan adalah dengan mencari data langsung di lapangan.

D. Hasil
Dari hasil pengamatan,dapat di simpulkan bahwa, konflik yang sering terjadi antara amerika dengan kelompok islam fundamental disebabkan oleh berbagai faktor, contohnya ada nya kepentingan-kepentingan tertentu dari Negara-negara besar seperti amerika untuk menguasai Negara-negara lain. Berbagai cara dilakukan untuk mendapatkan apa yang di inginkan,bahkan dengan tindakan-tindakan yang dapat melanggar HAM dan menjurus pada kriminal.
Salah Satu contoh nya adalah menguasai sumber alam Negara lain seperti gas alam,intan,minyak bumi,tembaga bahkan uranium. Bahkan untuk mendapatkan semua itu mereka mengerahkan segala pihak dalam memenuhi kebutuhan atau kepentingan nya.
Amerika dan Negara-negara islam mempunyai kultur budaya yang sangat jauh berbeda, inilah yang sering terjadi timbulnya konflik. Terlebih lagi amerika adalah Negara kapitalis dimana Negara tersebut mempunyai paham untuk mencari keuntungan yang sebesar-besar nya, tetapi tidak memperhatikan aspek-aspek social,cultural serta religi di Negara yang dijadikan tempat investasi nya.
Jurnal 3

HAMAS DAN ISRAEL: STRATEGI BERTENTANGAN KELOMPOK BERBASIS POLITIK
Apa Yang Diteliti?
Penelitian ini meneliti tentang pertentangan antar kelompok Hammas dan Israel yang berbasis politik

A. Latar Belakang
Konflik antara Palestina dan Israel telah meningkat sejak tahun 2001, bahkan sebagai ancaman yang dirasakan ke Israel dari Mesir, Yordania, Irak, atau bahkan Suriah, telah menurun. Israel tidak bisa mentolerir 'Arab perlawanan Palestina kewenangan mereka atas dasar hukum penolakan penentuan nasib sendiri, dan akhirnya memilih untuk memberikan beberapa ukuran penentuan nasib sendiri sambil terus mengkonsolidasikan kontrol Wilayah Pendudukan, Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Gaza. Namun, komprehensif perdamaian, berkilauan di kejauhan, telah menghindari semua. Pemerintah Palestina dipimpin oleh Hamas pada tahun 2006, politik, dan ekonomi telah menjadi besar hambatan bagi perdamaian substantif. Alasan Israel bandel dan sikap Hamas menggambarkan kedua kontinuitas dan perubahan dalam dinamika konflik sejak periode Oslo (kira-kira tahun 1994 hingga al-Aqsa
Intifadha 2000)
Sekarang, lebih dari sebelumnya, jangka panjang gencatan senjata dan negosiasi yang diperlukan. Ini dapat mengakibatkan secara bertahap untuk itu-seperti perdamaian fatamorgana, dan tipe baru keamanan rezim.

B. Metode Yang Digunakan
Metode kualitatif
Variable kriterium yang di gunakan dalam penelitian ini adalah konflik antara kelompok Hammas dengan Israel yang sudah semakin mengerucut. Variable bebas nya adalah konflik strategi antara Hammas dengan Israel yang sarat dengan muatan politik.

C. Pengujian
Pengumpulan data dilakukan dengan langsung turun ke lapangan. Mengambil data berdasarkan konflik yang terjadi antara Hamas dan Israel.
D. Hasil
Perdamaian yang belum menemukan titik terang mengakibatkan konflik yang berkepanjangan di timur tengah. Dan sering terjadi perang yang tidak terduga-duga dan juga memakan korban yang tidak sedikit di antara kedua belah pihak. Dan ini merupakan keperihatihan Negara islam di dunia\ terhadap Negara palestina yang selalu di lecehkan oleh Israel dan sekutu-sekutunya.
Jurnal 4

PERAN SERTA MASYARAKAT DAN NEGARA DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI INDONESIA

Apa Yang Diteliti?
Penelitian ini meneliti tentang Peran serta masyarakat dan Negara dalam penyelesaian kinflik di Indonesia

A. Latar Belakang
Konflik merupakan peristiwa yang wajar di tengah kehidupan masyarakat majemuk, karena perbedaan nilai, persepsi, kebiasaan, dan kepentingan di antara berbagai kelompok masyarakat merupakan faktor potensial yang dapat menjadi pemicu. Kemungkinan berlangsungnya konflik akan semakin menguat jika perbedaan horisontal (nilai, ideologi, kebiasaan, dan sebagainya) tersebut dipertajam oleh perbedaan vertikal (kesenjangan ekonomi dan kekuasaan). Sebagai realitas sosial masyarakat, konflik mempunyai sisi positif dan sisi negatif. Dalam dimensi positif, konfllik menjadi bagian penting untuk terwujudnya perubahan sosial yang lebih berarti menyelaikan perbedaan yang timbul, membangun dinamika, heroisme, militanisme, penguatan solidaritanisme baru, serta lompatan sejarah ke depan untuk integrasi yang lebih kokoh. Sedangkan mn h dimensi negatif, konflik menimbulkan resiko bagi masyarakat dan bangsa, mengakibatkan kerawanan sosial dan politik serta memicu krisis atau kekacauan ( chaos ) dalam berbagai bentuknya seperti; disorientasi nilai, disharmonisasi sosial, disorganisasi, bahkan sampai kepada disintegrasi bangsa. Indonesia sebagai sebuah bangsa, sejak awal kemerdekaan hingga era reformasi mengalami perjalanan konflik yang luar biasa, baik dalam bentuk, sifat dan jenis, maupun dalam eskalasinya yang beragam, kompleks dan multi dimensi. Sejak era pemerintahan Soekarno (1945-1965), Soeharto (1966-1998), sampai pada masa pemerintahan di era reformasi (1999-2006), gejolak konflik dan kekerasan terjadi secara bertubi-tubi dari lingkup komunitas lokal, regional sampai tingkat nasional. Sejauh pengamatan yang dapat disaksikan bahwa fenomena konflik sosial politik di Indonesia sampai tahun 2006 menunjukkan intesitas yang semakin tinggi serta semakin memprihatikan. Dalam catatan hasil laporan penelitian yang di lakukan, konflik hampir terjadi di seluruh wilayah Indonesia ( Jurnal PSK , Edisi II, April 2000). Tahun 1996 sampai masa reformasi di tahun 2000, inventarisasi kasus-kasus konflik kekerasan mencapai 628 kasus dengan perincian; tahun 1996 terjadi 24 konflik; tahun 1999 terjadi 210 kasus konflik; tahun 2000 terjadi 230 kasus konflik, tahun 2006 konflik kekerasan yang terjadi dari tingkat komunal sampai nasional mencapai 240 kasus.
Kompleksitas dan intensitas konflik yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Aceh, Maluku, dan Timor-Timur telah mendorong keterlibatan dunia internasional. Penyelesaian konflik tersebut, khususnya di Aceh dan Maluku, sejauh ini dapat diatasi meskipun melalui upaya panjang dan rumit. Kedua daerah tersebut dapat dipertahankan sebagai bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sementara, penyelesaian terhadap konflik vertikal di Timor-Timur telah memaksa Indonesia harus rela melepaskan daerah tersebut menjadi negara yang berdiri sendiri.
Persoalannya kemudian, pemerintah dan rakyat Indonesia dihadapkan kepada situasi baru pasca konflik yang meninggalkan sejumlah masalah yang rumit.

B. Metode Yang Digunakan
Metode Kualitatif.
Variabel kriterium dalam penelitian ini adalah Konflik di Indonesia , sedangkan variabel bebasnya adalah Peran serta masyarakat dan Negara. Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah Masyarakat Indonesia.

C. Pengujian
Pengumpulan data dilakukan dengan langsung turun ke lapangan. Dan mencari data langsung dari masyarakat dan peristiwa yang terjadi.

D. Hasil
Konflik yang terjadi di Aceh dan Maluku merupakan konflik yang multidimensi baik dari segi bentuk, sifat, jenis dan eskalasi. Konflik itu bukan karena sebab yang berdiri sendiri, hampir semua konflik selalu bersentuhan dengan persoalan kepentingan negara (penguasa) dengan kepentingan masyarakat; individu, kelompok, komunal, golongan, lokal serta kepentingan elit yakni berkaitan erat dengan budaya politik masyarakat Indonesia yang masih bersifat paternalistik. Kompleksitas konflik yang terjadi pada hakekatnya merupakan akumulasi dari ketidakadilan dari sebuah sistem yang dibangun bersama. Bangsa yang di dalamnya mengandung kumpulan kelompok manusia yang saling berinteraksi mencakup; komunitas,. suku, etnis, golongan, rakyat dan pemerintah sebagai penyelenggara negara dapat menjadi penyebab sekaligus pemicu dari timbulnya konflik termasuk konflik kekerasan.
Dari berbagai konflik yang muncul di Indonesia dapat diuraikan dari sifatnya, konflik dalam sifat vertikal (daerah berhadapan dengan pusat atau massa berhadapan dengan elit) dengan bentuk konflik kekerasan dan jenisnya separatisme, konflik di Aceh dengan skala yang besar adalah contoh dalam hal ini. Walaupun telah damai, tetapi segala yang diakibatkan konflik diperlukan kemampuan menjaga apa yang menjadi kesepakatan damai dan membangun kembali apa yang hilang, rusak atau tak berdaya dengan cara sinerjitas antara masyarakat dan negara. Konflik di Maluku memiliki karakter yang berbeda dengan Aceh, konflik di Maluku pada awalnya bersifat vertical. Ketika Semokil dengan Republik Maluku Selatan (RMS) yang disebut kelompok loyalis kolonial Belanda melakukan perlawanan kekerasan (bersenjata) dengan jenis separatisme pada era pemerintahan Soekarno dan konflik diselesaikan.
Dalam era transisi perubahan politik di Indonesia di tahun 1999, di Ambon (Maluku) terjadi konflik horizontal dalam bentuk konflik kekerasan komunal antaretnis.Tetapi dalam perkembangannya telah bertumpang tindih dengan konflik yang bersifat vertikal, yakni separatisme dengan munculnya kembali kelompok pengacau.